Friday, June 28, 2013

Apakah Kalian Tahu?

Apakah orang mati berhenti bertambah umurnya?

Sebab pagi tadi dia datang lagi. Dengan senyuman. Dengan keakraban yang selalu dia tawarkan.

Dia mendewasa. Karena itulah aku bertanya pada kalian, apakah umur orang yang mati bertambah? Atau cukup berhenti di usia kematiannya?

Saban tahun kuucapkannya selamat ulang tahun.

Terima kasih, atas kehadiran yang bahkan tidak kuminta. Apakah dia tahu sesuatu ini bernama rindu?

Tuesday, June 11, 2013

Pada Halaman 287

Dear you..

Sebenarnya lucu. Tiba-tiba datang melalui pesan singkat untuk meminjam buku di perpustakaan dengan judul rekomendasi darimu. Lengkap dengan letak bukunya, seakan-akan kamu seorang pustakawan di sana.

Kenapa? Tanyaku.

Kamu jawab, "aku sengaja menaruh buku itu di tempat rahasia."

Dear you..
Beberapa saat aku berpikir, kenapa harus aku?

Katamu, "karena kamu suka membaca."

Tahu dari mana?
Kamu jawab, "aku selalu mengamatimu."

Begitukah?
Lalu siapa kamu sebenarnya?
Bagaimana caramu tahu tentang aku?
Kita bicara seolah-olah kita pernah bertemu dan berteman lama.
Aku merasa kita sudah dekat. Entahlah.
Bagaimana caramu melakukannya?
Penyihirkah kamu?

Dear you..
Coba tebak apakah aku akan melakukan saranmu, meminjam buku di perpustakaan itu?

Lalu jawabmu, "aku percaya kamu akan melakukannya. Kita akan bertemu di sana. Di halaman 287."

Saturday, June 8, 2013

Dari Obrolan Malam Minggu di Warung Makan

Usai memesan makanan, aku duduk memunggungi meja. Dan dari seberang meja sana, terdengar suara seorang pria bicara melalui telepon selular.
"Kamu tuh kenapa sih, marah..."
"Yang egois itu bunda, bukan ayah. Ya udah ngobrol aja sama orang lain."

*terdengar hp diletakkan kasar di atas meja*

Wah, ada yang ngambek di sana dan di sini lagi kesel. Padahal ini malam minggu. Malam bersenang-senang. Malam panjang.

*tiba-tiba hp-nya berdering lagi*

"Apa lagi?" katanya di corong telepon.

Nadanya meninggi dari yang tadi. Aku meneguk ludah. Ngeri juga orang ini.

"Kamu tuh ya, di sini halo halo di sana ngomong sama siapa. Ya udah mending ngomong sama orang lain dulu."

Klik.

Percakapan usai. Pesananku juga selesai dibuat. Aku pulang setelah membayar.

Saat akan meninggalkan area warung makan, sempat kulirik wajah pria tadi. Kutinggalkan senyum di dua matanya. Kasian, dia tampak kesal sekali. Entah perkara apa di antara mereka, di antara pasangan yang aku taksir belum menikah, masih pacaran, di antara panggilan bunda dan ayah. Uhuk.

Gak mau ambil pusing, aku buru-buru pergi sambil berpikiran, "cocok juga untuk bahan tulisan malam minggu kali ini." Eheh.

Dear...
Pacaran itu buat apa? Kalau untuk penjajakan pra menikah ya nggak apa-apa. Pacaran untuk rencana masa depan, hidup dengan teman sejati sampai mati.
Menurut hematku, antar pasangan setidaknya ngerti gimana cara "menjinakkan" amarah dari pasangannya. Kan katanya saling kenal, saling sayang. Kalau belum tau, cari tau. Kalau aku, marah, kesel, diam aja (lah malah curhat), ppfftt...

Marah-marahan dalam hubungan apapun itu nggak enak. Makan jadi kurang berselera. Tidur pun kadang nggak nyenyak karena kepikiran "salah apa" dan gimana nyelesaiin masalah.

Baiklah, ini malam minggu. Yang lagi ngambekan, yuk baikan. Ini malam panjang, malam senang-senang.



*Malam minggu. Adu kedip dengan kursor. Tulisan ini disponsori oleh sebungkus kerupuk*

Saturday, June 1, 2013

Sebuah Puisi Malam Minggu

Jadi beginilah sekarang aku
Karena
kembang-kembang para layu diserbu kumbang madu
Jadi beginilah aku
Merangkai puisi untuk dijual di malam minggu

Siapa mau beli?
Hubungi aku
Sebelum lewat malam dan waktu membunuhku


*malam minggu di desa Tajer Mulya, Long Ikis, Paser