Thursday, May 5, 2011

Catatan Calon Pendidik

Aku bangga menjadi guru! Ingin sekali suatu saat nanti aku bisa meneriakkan kalimat itu. Rasanya pasti akan sangat menyenangkan. Berdiri di depan kelas membelakangi papan tulis, menghadap ke wajah peserta didik, menyampaikan sesuatu yang diharapkan kelak akan bermanfaat untuk kehidupan mereka. Aku bangga menjadi guru. Sekali lagi aku sangat menyukai kata-kata itu, sama sukanya ketika aku membayangkan akan ada tangan-tangan yang teracung ke atas berebut ingin bertanya hal-hal misterius yang ingin mereka ketahui. Aku memang belum menyandang gelar sarjana, tapi bukankah mengajar dan mendidik itu adalah tugas untuk semua manusia tanpa harus mendapatkan gelar sarjana terlebih dahulu? Iya ‘kan? Bukankah tugas manusia itu adalah saling memberitahu, saling membantu dan saling mencerahkan? Alangkah indahnya jika semua orang di dunia ini bisa menjadi guru. Menjadi guru untuk dirinya sendiri dan guru untuk orang lain yang segala tindakan serta pengetahuannya bisa menjadi teladan untuk semua orang. Aku rasa tidak ada ketentuan atau standar khusus untuk menjadi seorang guru, termasuk batasan usia dan lain sebagainya. Pernahkah terlintas di ingatan kita ketika kita mendapat pelajaran penting dari seorang anak kecil? Atau pelajaran mulia dari seorang anak jalanan? Atau bahkan menerima sebuah kebenaran dari seorang yang dilahirkan tak sempurna? Tidak memungkinkan justru kadang pada orang yang kita pandang “kurang” lah kita harus banyak belajar. Yakinlah, semua orang bisa menjadi guru. Guru kehidupan, lebih tepatnya. Dan aku berkeinginan untuk menjadi guru kehidupan itu. yang tak hanya bisa menyampaikan sebuah teori, tapi juga menunjukkan aksi dengan berimplementasi. Apakah Anda juga berkeinginan sama denganku?


Menjadi guru adalah sebuah profesi sekaligus pekerjaan mulia. Mungkin dari sekian banyak profesi yang ada di dunia ini yang paling banyak perannya adalah guru. Bukan maksud hati untuk tidak memandang baik profesi lain, namun dalam hal pembangunan dan perkembangan sebuah negara tidaklah lepas dari peran guru ini. Masih ingat ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh tentara Amerika hingga ketika itu Jepang nyaris lumpuh menjadi kota mati? Mereka tak lantas mengumpulkan para insinyur, arsitek, atau ekonom, namun hal pertama yang mereka lakukan adalah mengumpulkan para profesor dan yang berkecimpung di dunia pendidikan untuk mengajari warga Jepang yang tersisa untuk kemudian bangkit membangun negara mereka hingga kini menjadi salah satu negara adidaya di dunia. Betapa hebatnya peran guru di mata dunia. Atau pernahkah kita menengok ke belakang menyisir sejarah bangsa Indonesia, alasan mengapa kita sampai berabad-abad tertindas di tangan para penjajah? Itu semua karena kita bukanlah orang-orang terdidik ketika itu. Maka ketika bangsa Indonesia di kemudian hari memiliki pemuda-pemuda yang berpendidikan dan memiliki rasa nasionalis tinggi, mereka mampu menyadarkan dan menggerakkan rakyat Indonesia lainnya untuk melawan bangsa penjajah dan penjarah agar angkat kaki dari negeri ini. Mereka lantas membuka sekolah-sekolah kecil nan sederhana kemudian mengajarkan generasi-generasi muda tentang arti kemerdekaan, perjuangan, dan pentingnya pendidikan sebagai bagian dari awal pembangunan bangsa. Bukankah selama ini kita sering mendengar ungkapan, “Pendidikan memang bukanlah segalanya, namun semuanya berawal dari pendidikan”? dan jika sudah begitu, siapa saja yang terlibat dalam dunia pendidikan? Salah satunya pasti adalah guru, sosok yang digelari sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Betapa luar biasanya menjadi guru.

Mungkin karena begitu besarnya peran guru inilah mengapa aku juga sangat ingin menjadi bagian dari guru itu. Karenanya ketika masuk perguruan tinggi, aku memilih jurusan keguruan sebagai langkah awal mengenal seluk beluk dunia pendidikan dan keguruan. Berikut akan aku uraikan beberapa alasan mengapa aku memilih guru sebagai profesiku :

1. Sebagai ladang amal dan ladang dakwah.
2. Mengabdikan diri pada dunia pendidikan Indonesia sebagai bukti cinta tanah air.
3. Katanya tunjangan untuk tenaga pendidik Indonesia makin tahun makin meningkat. Kedengarannya sangat menggiurkan. Tapi hal itu seperti tidak terlalu membawa pengaruh banyak bagiku, karena aku tahu, perhatian pemerintah terhadap nasib para pendidik masih kurang. Yang penting kita semua tetap bertugas.
4. Memenuhi harapan orang tua. Dari dulu merekalah yang mendukungku untuk menempuh studi perguruan tinggi di jurusan keguruan. Aku yakin semoga dengan ridho mereka, Insya Allah untuk mencapai dan menjalaninya akan baik-baik saja.
5. Seperti kalimat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, “Mencerdaskan anak bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.” Mendidik anak bangsa agar cerdas. Kalau mereka cerdas, tentu akan bisa menjaga ketertiban dunia dengan moral dan etika mereka yang baik.
6. Melestarikan ilmu pengetahuan dengan mewariskan pengetahuan kepada generasi pengganti kita. Sampai kapanpun ilmu pengetahuan tidak akan pernah musnah karena terus disebarkan kepada orang banyak. Kini tinggal kita yang mau atau tidak menjaga keberadaan serta kelestariannya.
7. Bagiku guru bukanlah sosok yang tahu segalanya, namun ia juga layaknya murid yang terus belajar mengembangkan diri. Pada intinya, guru berperan ganda menjadi murid yang seharusnya tak pernah lelah mencari sebuah kebenaran.
8. Tidak ingin sekedar mengajar, tapi juga mendidik anak didik menjadi generasi tangguh. Yang aku tahu, mengajar dengan mendidik itu berbeda definisinya. Kalau mengajar, hanya sebatas mentransfer ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik lebih luas cakupannya dari pada mengajar. Mendidik berarti juga membentuk kepribadian anak didik menjadi jiwa yang patriotik, mandiri, percaya diri, jujur, dan berbudi luhur.
9. Agar awet muda. Ini boleh jadi alasan paling lucu, tapi coba Anda perhatikan, umur seorang guru dan politisi boleh sama, tapi gurat-gurat tua wajah akan nampak lebih jelas pada diri seorang politisi. Ini karena seorang guru selalu berpikir, berbicara, berjalan, dan berekspresi. Sedangkan politisi kebanyakan hanya duduk di balik meja, berpikir, dan ruang gerak bicaranya tidak sebebas guru.
10. Melatih keberanian dan kecakapan berbicara di depan umum. Kita semua tahu bahwa latihan saja belum cukup, maka dengan setiap hari melakukan hal yang sama (mengajar, menjelaskan) sebagai langkah latihan rutin, kemungkinan kecakapan itu akan kita dapat pelan-pelan.
11. Mengasah kekreatifitasan dengan terus berobservasi dan berinovasi akan metode-metode mengajar. Ini akan memperkaya jurus-jurus jitu kehidupan kita.
12. Bisa mengenal lebih dekat kepribadian anak didik. Dengan begitu, kita tak hanya sekedar mengaplikasikan ilmu mengajar, namun juga sekaligus mengaplikasikan ilmu psikologi yang kita pelajari secara otodidak dan langsung.
13. Memenuhi kewajiban sebagai sesama manusia untuk saling berbagi meskipun itu hanya dengan sebuah ilmu pengetahuan.
14. Menumbuhkan rasa cinta anak dengan segala dunia yang mereka miliki (kepolosan, kejujuran, kekanakan, kenakalan, keingintahuan, semangat belajar, dan sebagainya).
15. Menjadi guru adalah sebagai bagian dari proses Long Life Education (belajar sepanjang hayat). Belajar tidak hanya bisa dilakukan di dalam ruangan dengan meja dan kursi yang diduduki siswa berseragam setiap hari. Belajar juga tidak hanya diperuntukkan bagi anak-anak muda, yang tua pun harus tetap punya tekad untuk terus belajar tanpa henti sampai mati. Maka dengan menjadi guru tidak hanya saya namun kita semua, akan bisa terus belajar karena kita berada ditengah-tengah lingkungan pembelajar. Dunia akan terus berubah, maka dengan begitu mestinya kitalah orang-orang berpendidikan yang akan merubah dunia menjadi lebih baik dimulai dari memperbaiki diri sendiri.

Meskipun aku belum benar-benar menjadi guru dengan gelar sarjana, tapi dengan sedikit pengalamanku mengajar privat di sela-sela jam kuliah, mungkin aku bisa sedikit membagi beberapa tips kepada semua calon guru dan guru bagaimana menjadi guru teladan ;

1. Jadikan diri kita sebagai pribadi yang menyenangkan karena anak didik rata-rata menginginkan itu ada pada gurunya.
2. Jadilah sahabat untuk anak didik sehingga kita dan anak didik bisa saling membuka hati, membuka diri selama dalam proses belajar dalam kelas maupun di luar itu.
3. Cari tahu latar belakang anak didik dan berikan pendekatan serta perhatian kepada semuanya tanpa terkecuali.
4. Jika anak didik melakukan kesalahan dan dia patut mendapatkan hukuman, maka cukup hukum dia dengan hal-hal yang positif dan tidak dengan hukuman fisik.
5. Sayangi mereka seperti kita menyayangi adik atau anak kita sendiri.
6. Beri mereka penghargaan atas apa yang mereka lakukan, misalnya sudah mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu, kompak dalam belajar kelompok, dan sebagainya. Jangan ragu untuk memberi mereka pujian-pujian kecil karena itu cukup berarti untuk mereka mengerjakan tugas-tugas selanjutnya. Tidak salah juga sekali-kali jika kita beri mereka hadiah sebagai bentuk motivasi untuk lebih giat.

Enam poin di atas kiranya masih terhitung sangat sedikit sekali untuk bisa dikatakan sebagai tips, namun seiring waktu pasti kita akan menemukan lebih banyak tips lagi untuk memperkaya perbendaharaan langkah untuk menjadi guru teladan. Semoga yang sedikit itu tidak hanya sebatas tips yang tertulis, namun juga sebagai tips yang bisa diterapkan dalam mengajar. Semoga ridho Tuhan, keberkahan, keikhlasan, kesuksesan, dan keberhasilan menyertai kita semua wahai para calon guru dan guru se-Indonesia dalam membentuk anak-anak bangsa untuk menjadi pribadi yang terpelajar, terdidik, serta baik moral dan akhlaknya. Semoga bangsa ini menjadi lebih baik di tangan para pemegang estafet masa depan negara. Hidup guru dan pendidikan Indonesia!


#naskah ini lolos dalam audisi narasi Kupilih Guru Sebagai Profesiku, 2011

No comments:

Post a Comment