Tuesday, November 20, 2012

Kelahiran Anjing dan Kematian Tikus

Hari ini sebelum berangkat ke sekolah, saya menghabiskan waktu sekitar 10 menit untuk mandi, 10 menit berpakaian dan berias tipis, 5 menit sarapan walau hanya segelas susu hangat, 1 menit berkaca dan berdoa, memastikan bahwa saya siap berjabat dengan hari. Kemudian berjalan kaki. Seperti kemarin, langit timur sudah benderang meski belum terlalu lepas dari pukul enam.

Ini pekan ketiga November. Melewati medio November dan masa-masa PPL dengan berbagai warna dan rasa. Kadang saya merasa jenuh, bosan, tapi tak jarang pula saya merindukan suasana kelas. Indahnya berbagi. Saya kadang menyelingi pelajaran dengan apa yang anak-anak katakan dnegan curcol. Saya meralat, bukan curcol, tapi itu bagian dari berbagi pengalaman. Mereka menyimak seperti yang saya harapkan.

Keluar rumah pagi-pagi,  banyak hal yang saya temui. Di sisi kanan jalan, warung gorengan sudah didatangi pelanggan. Juga warung nasi kuning, lapak koran yang di atas mejanya sudah bertumpuk sebundel besar koran segar. Sementara ketika saya sampai di ujung jalan, saya melihat seorang laki-laki menghentikan motornya. Berbalik ke belakang dan ia melahirkan anjing-anjing besar dari mulutnya yang kecil. Saya mengarahkan pandangan ke seberang jalan sana, seorang laki-laki di atas motornya yang berhenti juga sama, sama-sama melahirkan anjing-anjing. Mereka tidak sedang bertaruh nyawa seperti ibu melahirkan karena mereka melahirkan anjing-anjing itu dari mulut dan bukan lubang kemaluan. Terlebih mereka lelaki.
Oops..

Saya mengamati wajah mereka bergantian. Saya urung menegur adu lahir anjing karena tak ingin cari masalah di pagi yang ceria. Saya bergegas mengayunkan langkah ke sekolah. Saya takut anjing-anjing yang baru saja mereka lahirkan mengikuti saya.

Di depan kantor polisi tiba-tiba saya melihat seorang laki-laki berjalan lurus mengikuti arah trotoar di seberang jalan. Bahu kirinya menyandang sebuah tas hitam yang agak lusuh sementara tangan kanannya menggenggam ekor tikus! Apa pula ini, dua kali saya bertemu hal berbau binatang. Saya menggigil, menebak-nebak apa yang akan ia lakukan pada tikus mati itu. Dikuliti, atau dimakan? Saya tidak berani membayangkan. Pikiran saya justru teralih dengan gambaran para koruptor yang dieksekusi mati. Entah karena ketika itu saya lewat di depan kantor polisi atau karena tikus mati yang dipegang si lelaki?

Dari sisi jalan kiri, saya mengawasi perjalanannya di sisi kanan jalan sana. Kalau dikira-kira barangkali ia berada enam atau delapan langkah di depan saya sehingga saya bisa melihat gerak-geriknya. Tiba-tiba ia berhenti entah untuk apa. Karena tak ingin saya ketahuan memperhatikan dia, saya buang pandangan saya lurus jauh ke depan. Sambil curi-curi penglihatan, saya mendapati dia masih berdiri di seberang jalan. Saya berdoa semoga ia tak sadar sedang saya perhatikan.

Ups, saya terlalu laju berjalan sampai kini ia yang ada di belakang saya di seberang jalan sana. Saya jadi kehilangan target pengamatan kecuali jika saya sesekali menoleh ke belakang.
Dan gerbang sekolah sudah tinggal beberapa langkah lagi. Saya sempatkan sekali lagi menoleh ke belakang, mencari sosok laki-laki pembawa tikus mati. terakhir saya lihat ia berjongkok di tepi parit. Entah, mungkin untuk mencuci wajah.

Sekarang di luar gerimis datang. Lembut. Saya tak tahu harus berkata pa sesudah ini kecuali bersyukur atas apa yang Tuhan berikan pada saya, pahit manis asam asin bagi saya adalah pengalaman hidup yang mungkin bagiNya istimewa diberikan pada saya.

Terima kasih bagi seseorang yang telah menginspirasi saya untuk bisa berkata "melahirkan anjing dari mulut"


Salam
d(^.^)b

No comments:

Post a Comment