Saturday, June 8, 2013

Dari Obrolan Malam Minggu di Warung Makan

Usai memesan makanan, aku duduk memunggungi meja. Dan dari seberang meja sana, terdengar suara seorang pria bicara melalui telepon selular.
"Kamu tuh kenapa sih, marah..."
"Yang egois itu bunda, bukan ayah. Ya udah ngobrol aja sama orang lain."

*terdengar hp diletakkan kasar di atas meja*

Wah, ada yang ngambek di sana dan di sini lagi kesel. Padahal ini malam minggu. Malam bersenang-senang. Malam panjang.

*tiba-tiba hp-nya berdering lagi*

"Apa lagi?" katanya di corong telepon.

Nadanya meninggi dari yang tadi. Aku meneguk ludah. Ngeri juga orang ini.

"Kamu tuh ya, di sini halo halo di sana ngomong sama siapa. Ya udah mending ngomong sama orang lain dulu."

Klik.

Percakapan usai. Pesananku juga selesai dibuat. Aku pulang setelah membayar.

Saat akan meninggalkan area warung makan, sempat kulirik wajah pria tadi. Kutinggalkan senyum di dua matanya. Kasian, dia tampak kesal sekali. Entah perkara apa di antara mereka, di antara pasangan yang aku taksir belum menikah, masih pacaran, di antara panggilan bunda dan ayah. Uhuk.

Gak mau ambil pusing, aku buru-buru pergi sambil berpikiran, "cocok juga untuk bahan tulisan malam minggu kali ini." Eheh.

Dear...
Pacaran itu buat apa? Kalau untuk penjajakan pra menikah ya nggak apa-apa. Pacaran untuk rencana masa depan, hidup dengan teman sejati sampai mati.
Menurut hematku, antar pasangan setidaknya ngerti gimana cara "menjinakkan" amarah dari pasangannya. Kan katanya saling kenal, saling sayang. Kalau belum tau, cari tau. Kalau aku, marah, kesel, diam aja (lah malah curhat), ppfftt...

Marah-marahan dalam hubungan apapun itu nggak enak. Makan jadi kurang berselera. Tidur pun kadang nggak nyenyak karena kepikiran "salah apa" dan gimana nyelesaiin masalah.

Baiklah, ini malam minggu. Yang lagi ngambekan, yuk baikan. Ini malam panjang, malam senang-senang.



*Malam minggu. Adu kedip dengan kursor. Tulisan ini disponsori oleh sebungkus kerupuk*

No comments:

Post a Comment